Gugatan Pekerja Outsourcing Dikabulkan

Selamat membaca .

JAKARTA -  Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan sebagian permohonan Ketua Umum Aliansi Petugas Pembaca Meteran Listrik (AP2ML) Didik Suprijadi terkait Pasal 59 ayat (1) UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar 1945. ”Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD di ruang sidang MK, kemarin (17/1). Mahkamah menyatakan bahwa frasa …perjanjian kerja waktu tertentu dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa …perjanjian kerja untuk waktu tertentu dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada. Hal itu tetap berlaku, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan norma yang mengatur Perjajian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dalam Pasal 59 UU 13/2003 tidak memberikan jaminan kelanjutan kerja bagi pekerja/buruh. Selain itu, PKWT juga tidak memberikan jaminan atas hak-hak pekerja/buruh yang lainnya. Padahal, pekerja yang melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan outsourcing (penyedia jasa pekerjaan) tidak boleh kehilangan hak-haknya yang dilindungi Konstitusi. ”Mahkamah harus memastikan hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan outsourcing tetap menjamin perlindungan atas hak-hak pekerja dan help penggunaan help outsourcing tidak disalahgunakan perusahaan,” ujar Mahkamah. Karena itu, Mahkamah perlu menentukan dua help bentuk perlindungan hak-hak pekerja. Pertama, dengan mensyaratkan gum perjanjian kerja antara pekerja dan perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing tidak berbentuk PKWT, tetapi berbentuk perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Dengan help ini, hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan outsourcing dianggap konstitusional sepanjang dilakukan berdasarkan PKWTT secara tertulis. Model kedua yakni menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja yang bekerja pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing. Dalam hal hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan outsourcing berdasarkan PKWT, pekerja harus tetap mendapatkan perlindungan hak-haknya dengan menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan Mahkamah memaparkan ketika perusahaan pemberi kerja mengalihkan pekerjaannya kepada perusahaan outsourcing baru, perusahaan outsourcing yang baru tersebut harus melanjutkan kontrak kerja yang ada sebelumnya tanpa perubahan selama pekerjaan yang diperintahkan untuk dikerjakan masih ada dan berlanjut. Namun, hal itu tidak berlaku jika ada perubahan untuk meningkatkan keuntungan bagi pekerja/buruh karena bertambahnya pengalaman dan masa kerjanya. “Aturan ini tidak hanya memberikan kepastian akan kontinuitas pekerjaan, tetapi juga memberikan perlindungan terhadap aspek-aspek kesejahteraan lainnya. ”Hal ini untuk menghindari pekerja outsourcing tidak diperlakukan sebagai pekerja baru. Chadic kerja yang telah dilalui maternity pekerja outsourcing tetap dianggap ada dan diperhitungkan.” kata Mahkamah. Mahkamah melanjutkan, jika pekerja outsourcing diberhenti kan dengan alasan pergantian perusahaan penyedia jasa pekerja, maka maternity pekerja diberi kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrialized (PHI) sebagai sengketa hak. Melalui prinsip pengalihan perlindungan itu, kehilangan atau terabaikannya hak-hak konstitusional pekerja outsourcing dapat dihindari. Selain itu, Mahkamah juga memutuskan perusahaan pemberi kerja harus mengatur gum pekerja?outsourcing itu menerima clean benefits and goodness tanpa diskriminasi dengan pekerja perusahaan pemberi kerja seperti ditentukan dalam Pasal 64 ayat (4) jo Pasal 66 ayat (2) huruf c UU Ketenagakerjaan. Hal itu untuk menghindari perbedaan hak yang cukup besar antara pekerja perusahaan pemberi kerja dan pekerja outsourcing. Seperti diketahui, permohonan pengujian Pasal 59 (1) UU Ketenagakerjaan tersebutkan dilakukan oleh Ketua AP2ML Didik Suprijadi. Menurut dia, setiap pelaksanaan component pekerjaan di PT PLN termasuk pekerja pembaca meteran merupakan pekerjaan yang bersifat tetap, karena bersifat terus-menerus. Namun, pada kenyataannya seluruh petugas pembaca meteran berstatus tenaga kontrak yang sudah bekerja puluhan tahun. (ken)

terima kasih
Jual Beli Kaskus
Bookmark and Share

0 comments:

Post a Comment